JAKARTA., Kasus perebutan pengelolaan Apartemen One Kumalas di daerah Krobokan – Denpasar Bali, jadi berita nasional dimana saling lapor polisi dan saling gugat akan terjadi, dimana Budiman Tiang telah dilaporkan di Polda Bali, dan ditangani oleh Reskrimum Polda Bali berdasarkan Laporan Polisi tanggal 28 nopember 2024, dalam nomor LP/B/827/XI/2024/Spkt/Polda Bali atas laporan dari PT S.U.P melalui direkturnya Charles Siringoringo. Dalam sengketa proyek pembangunan One Kumalas, di daerah Krobokan, Budiman Tiang ditahan tanggal 13 Mei 2025 berdasarkan penetapan tersangka pada tanggal 25 Maret 2025.
Budiman Tiang sendiri adalah korban dari Mafia Hantu dalam bidang properti yang media kenal dengan Magnum Ghost Real Estate dengan korban hampir 100 juta dolar Amerika serikat. Ini merupakan gambaran bisnis property di Bali yang sangat menjanjikan secara international menarik para investor, dilain sisi ada sisi gelap dalam bisnis dimana gentayangan para pemain international dalam bidang property yang melakukan penipuan secara rapi sistematis dan bekerjasama dengan orang-orang pemasaran dalam negeri, yang seolah merupakan perusahaan besar pengembang.
Kasus Budiman Tiang sebagai korban dari Macnum Properti yang dikenal dengan sebutan properti hantu yg melibatkan banyak pihak yang diduga ada mantan pejabat Negara. Budiman Tiang sudah melalukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Denpasar, dengan Nomor Register : 687/Pdt.G/2025/pn Dpn. yang sebetul nya merupakan perkara keperdataan. Dan kedepan akan melakukan gugatan gugatan lain sebagai upaya perlawanan untuk menuntut keadilan dalam hukum sesuai negara hukum.
Untuk itu media telah menghubungi dan minta pendapat dari praktisi hukum dan pengamat sosial politik serta kolumnis Agus Widjajanto di jakarta yang juga dikenal sebagai Pengacara tetap nya Tommy Soeharto , minta pedapat hal tersebut yang menimpa Budiman Tiang, Agus menyatakan bahwa dalam kasus dilaporkannya Budiman Tang sebenarnya bisa diselesaikan melalui Restorative justice karena ini kasus dimana Budiman Tiang merupakan korban dari Mafia Property International yang melibatkan oknum negara luar yang bekerja lintas negara, apabila tidak ada titik temu Polda Bali bisa ambil keputusan sesuai SEMA Nomor 4 tahun 1990 dimana bahwa dalam kasus seperti itu sesuai Surat Edaran MA (SEMA nomor 4 tahun 1980) serta Surat Edaran MA Nomor 4 tahun 2021 yang pada intinya memerintahkan :
Surat Edaran Mahkamah Agung yang relevan dengan sengketa perdata dan pidana adalah Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 1980. Surat edaran ini menyebutkan bahwa perkara perdata harus diputus terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan penuntutan pidana. Hal ini berarti bahwa jika terdapat sengketa perdata yang terkait dengan perkara pidana, maka sengketa perdata tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum proses perkara pidana dilanjutkan.
Dalam praktiknya, hal ini ditingkat penuntutan akan di hentikan sambil menunggu putusan perdarta yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun, perlu diingat bahwa setiap kasus memiliki keunikan tersendiri dan penanganan yang tepat dapat bergantung pada berbagai faktor. Tergantung dari cara penanganan dalam penyidikan, namun berdasar negara hukum harus mengacu pada aturan Due Proccess of law sebagai acuan dalam proses pidana ditingkat penyidikan.
Selain itu, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan surat edaran lain yang terkait dengan penanganan perkara pidana, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan dalam Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 yang membahas tentang putusan perkara pidana karena melakukan tindak pidana.
Jadi dalam praktek hukum acara biasanya harus diuji terlebih dahulu dalam peradilan perdata hingga mempunyai kekuatan hukum yang pasti , baru proses penyidikan pidana bisa diproses lebih lanjut apabila dalam putusan perdata tersebut mendukung laporan polisi , dan keadilan harus ditegakan dan persamaan kedudukan nya didalam hukum bagi warga negara (Equality Before The Law) walaupun patut diduga melibatkan mantan petinggi negara , hukum harus tajam diayas dan bijak dibawah ” ujar Agus yang juga kandidat Doktor hukum dari Universitas Padjajaran bandung.
Sementara secara terpisah kami juga meminta pendapat ahli pidana dari Universitas Kristen Indonesia , Prof Dr Mompang L Panggabean SH .M.Hum, beliau menyatakan pendapat nya dalam kasus seperti Budiman Tiang dalam wawancara dengan media, menyangkut “Due Proccess of law”
Due process of law dalam sistem peradilan pidana lahir dari Magna Carta (1215) di Inggris sebagai simbol perjuangan melawan kekuasaan sewenang-wenang, agar Raja mengakui Habeas Corpus (Hak Asasi Manusia) untuk mendapatkan proses hukum yang adil berdasarkan hukum yang berlaku. Inti dari due process of law adalah perlindungan terhadap kebebasan warga negara dengan standar yang reasonableness yang sesuai dengan konstitusi negara, yang oleh Dicey disebut “The rule of law not of man.” Dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (1966) juga diatur tentang due process of law yang memuat prinsip keadilan dan keseimbangan.
Due process of law untuk menguji apakah negara telah menghilangkan kehidupan, kebebasan dan hak milik tersangka tanpa prosedur dan apabila menggunakan prosedur apakah sudah sesuai due process of law? Asumsi dasar yang dibangun di dalam penerapan due process of law ialah rule of law, equality before the law dan presumption of innocence yang meliputi unsur-unsur : pemberitahuan kepada seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka, hak untuk didengar demi membela dan melindungi hak-haknya terhadap dugaan adanya tindak pidana terhadap dirinya, hak untuk memperoleh bantuan hukum, hak untuk membela diri, dan hak yang berkaitan dengan pembuktian atas dugaan tindak pidana yang ia lakukan serta peradilan jujur dan tidak memihak. Apabila unsur-unsur due process of law tersebut dilanggar, maka hal itu merupakan penyimpangan terhadap due process of law yang pada gilirannya menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana sesuai Pasal 1 butir 14 KUHAP, menunjukkan bahwa ia patut diduga sebagai pelaku tindak pidana karena perbuatannya atau keadaannya, yang mengandung esensi pertama, diduga adanya tindak pidana (actus reus) dan kedua, ada pelaku (mens rea). Dalam kaitan dengan ketentuan hukum pidana materiil, penetapan tersangka dimaksudkan apakah telah terpenuhi unsur-unsur tindak pidana dan siapa yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana sesuai hukum pidana formal.
Komentar Terakhir